Hari Guru #skipceritaberjalan

/
0 Comments
anak-anak Sekolah Rumpin
Mohon ijin, saya update ceritanya di hari Sabtu nanti yaaa sekali aja

Hari ini gue nulisnya pake "gue-elo" dulu, ya...
Berlagak seperti layaknya anak sekolah :D

Karena tanggal 25 November ini katanya hari guru.

Well, gue mau ngucapin banyak terima kasih kepada Bu Ning, guru Bahasa Indonesia di SMA gue yang udah support banget kesukaan gue dengan dunia tulisan. Walau UN nilai Bahasa Indonesia gue nggak cemerlang, tapi ajaran dan kasih sayang Bu Ning (biar pun gue pernah dijewer karena berantem sama Kirana {bukan cewek, dia cowok aselik badannya keker, berotot, padahal kagak fitness}, temen sebangku gue), ajaran dan supportnya mengena. Gue akan sebut nama beliau ketika gue berhasil menghasilkan satu karya buku. Karena sampai saat ini keinginan untuk bikin novel belum terwujud.

Nggak hanya Bu Ning, tapi juga Bu Yati, guru Bahasa Indonesia SMP gue.
Keduanya memberikan sumbangsih besar hingga gue bisa nulis sampai sekarang, walau cuma ngeblog, bikin cerpen, dan naskah yang belum layak terbit :).

Nggak akan ngomongin mereka aja kok. Ada kisah, apa bisa dibilang trauma, yang membekas di benak gue ketika masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Banyak yang bilang TK itu menyenangkan. Tapi menurut gue itu nightmare. Gue benci banget dulu sama yang namanya guru, takut, dan nggak suka. Mereka selalu galak dan bikin gue ciut. Kelas 5 SD gue hampir meletakkan jarum pentul di kursi guru karena saking nggak sukanya. Pas SMP gue selalu berdoa "Salam Maria" dan "Tuhan Kasihanilah Kami" sepanjang pelajaran Bahasa Inggris, Mr. Petrus Bere, supaya nggak ditunjuk maju ke depan. Pas SMA gue juga masih melangsungkan doa "Salam Maria" dan doa singkat supaya guru Matematika, Bu Betty, nggak nunjuk gue maju ke depan, marahin gue, melainkan bercerita selama 1-2 jam pelajaran tentang motivasi hidup. Bu Betty itu motivator yang sangat bijak loh, tapi sifatnya 270 derajat beda waktu ngajar Matematika. Pasti kalo nggak berhasil menjawab atau salah, beliau selalu berkata, "Ya ampun, Nak, Nak! Anak siapa sih?! Gini aja masih nggak bisa jawab?!!! Gurunya siapa sih?!! Ya, saya toh?!!"

Oke, skip... Serius, itu nightmare banget menurut gue dan sampai akhirnya gue menemukan beberapa guru yang sekiranya tidak membuah hari para siswanya murung. Gue pun membuktikan sendiri kalau yang namanya guru itu bisa diajak menyenangkan dan juga tegas. Karena pernah beberapa tahun mengajarkan anak-anak :) mereka enjoy banget sama gue. Duh, jadi kangen.

Lanjut... jadi masa TK itu amat menyeramkan. Jika pun sekarang beberapa teman menemukan diri gue orang yang lemot, gue adalah seorang lemot dari kecil. Sangat lemot. Setiap kali gue membayangkan ulang kejadian waktu gue TK nol kecil....
Waktu itu gue mau pipis. Jarak dari tempat duduk guru dan murid lumayan jauh. Apalagi suara gue kecil. Gue bilang, "Ibu, mau pipis..." sependengaran gue Bu Guru sama sekali nggak ada tanggapan. Dia asyik banget sama buku penilaian. Terus gue ulangi, "Bu, mau pipis..." tak ada respon. Hingga 3x gue bilang, "Bu mau pipis..." tau nggak apa yang gue dapatkan?
Bu Guru melotot ke arah gue dan berteriak dari mejanya, "IYA GOBLOK!"
Sontak gue langsung terkejut, masih kecil pula, belum genap 5 tahun. Agak budek (sampai sekarang pun). Gue berlari kecil ke kamar mandi lalu pipis dengan mata berair. Inginnya sih nggak kembali. Tapi gue balik. Gue selalu takut sama guru.

Waktu TK nol besar... gue sumpah lemot banget. Belajar nulis huruf sambung. Kali ini wali kelasnya beda lagi. Dulu gue kira dia pasti cantik dan baik hati, tapi ternyata... sama aja :'(
Gue nggak begitu paham maksud bagian baris atas menulis huruf cetak, sedangkan bagian bawah menulis huruf sambung. Dan gue melakukan kesalahan. Kemudian dia keliling periksa satu-satu tulisan kami, pas dia ngelihat tulisan gue... dia marah-marah sambil nunjuk-nunjuk kasar di buku tulis gue.

Pas gue inget lagi dua kejadian itu, gue masih aja nangis. Gue juga nggak pernah lapor ke orangtua gue tentang kejadian ini. Hahaha, mungkin abis ini gue lapor.

Ya mungkin kalo nggak ada mereka semua yang galak-galak, gue nggak bakal jadi orang kayak sekarang ini :) Gue juga belajar dari mereka, anak tak sepantasnya dimarahi atau dibentak. Trauma itu dalam kala mereka tak bisa mengatasi sendirian. Jadi gue mengajar anak-anak dengan cara gue sendiri dan tidak membentak atau melempar kata-kata kasar. Supaya mereka bisa baik juga kepada lainnya atau ketika mereka nanti bisa ngajarin teman atau anak ajar mereka.

Makasih semuanya... Makasih, Bapak dan Ibu Guru. Kalian baik walau kala aku menyebut kalian tak baik. :D


You may also like

Tidak ada komentar:

Bohong ketika orang bilang tidak suka menulis dan membaca...

karena semua orang penulis dan semua orang pembaca...

Monggo Mampir

Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan(s)