Media Massa(l)

/
0 Comments
Dulu harapan untuk menjadi wartawan ataupun reporter berita serius masih menjadi sebuah kekaguman yang tak terhenti buatku. Mencari berita dengan turun langsung ke lapangan, meliput narasumber, mencari kebenaran, menghadang badai dan kecamuk massal yang bisa membahayakan diri sendiri hanya untuk mendapatkan berita semata. Aku benar-benar jatuh cinta mengenai dunia jurnalistik berita serius (istilahnya begitu aja yeee) kala itu. Justru aksi massa lempar-lemparan batu, kebakaran, atau yang anarkis menjadi santapan yang sedap buatku dulu. Dan aku lapar banget akan itu!


Tekad menjadi wartawan medan perang sebenarnya masih inginku arungi. Menilik berita ini, berita itu bukan hanya sekadar memberikan "nih berita"; "nih berita hot banget"; "nih coba liat". Menurutku menyajikan berita itu bagaimana caranya menyalurkan emosi wartawan mengenai sebuah kebenaran yang seharusnya terungkap. Kebenaran yang bukan dari kulit luarnya saja. Tetapi asal muasal titik mengapa semuanya bisa terjadi bisa terungkap. Ini sama seperti bikin laporan karya ilmiah, meneliti!

Walau aku sama sekali nggak begitu punya pengalaman ekstra tentang seluk beluk wartawan, tetapi aku pernah terjun langsung. Menulis berita pun nggak spesial-spesial banget. Aku cuma komentar saja. Rasanya berita yang disajikan penuh dengan drama politik. Semuanya udah mulai kayak infotainment. Dan berita "kecil" masih dianggap penting untuk disiarkan, padahal nggak ngaruh sama kehidupan orang banyak alias bikin sensasi.

Ketika rating menjadi sasaran. Ini agak mengecewakan. Entah acara di sebuah media mendidik apa tidak atau malah kebanyakan malah menghibur yang kelewat batas rasanya bikin miris mata saja. Untuk infotainment yang suka banget ngutak ngatik informasi kehidupan orang bikin sedih hati aja tiap kali ngeliat hal semacam itu. Melodrama politik yang bikin enek pun masih bisa bikin panas hati orang-orang yang menikmatinya.

Jadinya, yang banyak orang alami adalah pengecohan akiban agenda setting tiap media. Entah mana yang benar dan mana yang salah, Memang itu sudah menjadi hak setiap orang untuk mempercayainya, tapi yang ada setiap perbedaan pun membawa pertikaian.

Media massa, menjadi medium massal orang-orang mencari ribut. Mungkin nggak semuanya (maaf ya kalau ada yang offended). Tapi apa yang kurasakan adalah seperti itu. Pertikaian dan perbedaan malah bikin miris. Kadang pemberitaan cenderung dilebih-lebihkan supaya terlihat sedikit hiperbola. Terserah apakah yang membaca ini mau percaya apa tidak. Seorang wartawan senior pernah bercerita, jika dirinya membutuhkan gambar yang oke untuk diserahkan kepada atasannya. Saat itu ada unjuk rasa di depan gedung DPR MPR. Tidak berlangsung ricuh. Hanya unjuk rasa, berteriak-teriak di depan istana negara dan polisi yang berbaris santai sambil menjaga jalannya unjuk rasa tersebut. Beliau pun mengatakan kepada para demonstran untuk mendorong-dorong pagar pintu dan meminta ijin sama polisi yang bertugas. Kedua pihak tertawa bercanda dan melakukan apa yang diminta beliau supaya mendapatkan gambar yang bagus. Well, kelihatannya anarkis dan seram. Tapi itulah bagian dari egoisme menurut saya untuk menghasilkan berita yang baik.

Dari situ saya berpikir, betapa amat menyedihkan dunia media massa. Melihat buzzing media online dengan judul yang kadang tak relevan dengan isi. Bagaimana cara mengarahkan pikiran pembaca atau penonton. Dunia media massa memang menyedihkan. Tetapi saya berupaya untuk membangun kepercayaan aku kembali bagaimana menyajikan berita yang kebenarannya bisa diikutsertakan.

Hampir jijik rasanya, tapi saya akan mencobanya. Apakah benar-benar berbeda apa yang dari aku bayangkan ataukah tidak.


You may also like

Tidak ada komentar:

Bohong ketika orang bilang tidak suka menulis dan membaca...

karena semua orang penulis dan semua orang pembaca...

Monggo Mampir

Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan(s)