Dari Pantai

/
0 Comments
Aku bercerita....
Semua dari air, betapa aku mencintai air. Entah itu yang mengalir atau tergenang, tentu menurut pandangan mataku begitu indah dan menangkan.
Termasuk banjir, terkadang aku menikmati banjir.

Entah air yang jatuh dari atas menuju dasarnya. Yang mana aku tahu darimana ia jatuh dan terlihat dari tatapan mataku. Terkecuali hujan. Aku tak begitu menyukai hujan, aku tak melihat dari mana asal ujungnya dan mereka bisa jatuh begitu saja di tanah orang. Tetapi aku menyukai gerimisnya. Lembut di telinga, lembut ketika menerpaku. Mungkin ada kaitannya aku tak suka kebisingan, hujan terlalu bising buatku, terlebih petir :(

Air...
Dulu aku penakut air.
Setelah bisa berenang, aku begitu mencintai air.
Setiap ada air yang mengalir pasti aku ingin menyentuhnya, sekadar bermain-main atau menyapanya. Mengganggu ketenangannya. Ahhh...

Melambung aku ke pantai. Air laut yang asin dan tak pernah manis.
Tapi cukup manis bila kukecap lagi pada masa itu.
Membentuk kata yang selalu kau sebut kala itu.

Kini aku bercerita, membuat cerita, merangkai kata akan sebuah pertemanan.
Kala kau menyebutku sahabat, tapi aku tak pernah menyebutmu demikian.
Namun "kata" itu selalu kusimpan rapi dalam hati.
Berterima kasih diam-diam, karena menyebutku sahabat. Aku memperlakukanmu demikian.

Ingatkah September 4 tahun lalu?
Kita tertawa bersama, tapi kita tidak menangis bersama. Tidak apa.
Malah kita merangkai kata dari butiran pasir yang kita mainkan di pantai.

"Belajarlah seperti pasir di pantai...
Jika kamu garuk dalam pasir itu, bila terisi air maka mereka akan saling mengisi kekosongan...
Pasir itu rapuh, mereka tidak bisa bertahan sendiri. Mereka harus bekerja sama untuk membentuk suatu bangunan...
Jangan menggenggam pasir erat-erat, tapi jangan membuangnya begitu saja... Tetapi sanggalah mereka dengan membuka telapak tangan, biarkan mereka tidak merasa sesak... Begitu cara mencintai seseorang..."

Seorang yang kita anggap "bapak" menambahi beberapa bagian dari kalimat kita.
Iya, kita tertawa. Puas, amat puas! Gelak yang tak kulupalakan.

Memang tak pernah aku sebut kamu sebagai sahabat...
Ingin sekali saat kau terpuruk, bertanya saat kau menutup diri, berusaha menemui dan menunggu tapi kamu tak muncul.

Hingga aku tahu kenapa kau lakukan semua itu. Aku sudah tahu dan aku mengangguk...

Lalu? Sudah cukupkah semuanya itu? Tak perlu kau sebut lagi dalam sebuah kata?
Tak mau lagi kau tertawa bersamaku dan melihatku menangis?
Aku tak pernah melihat orang tegar dan kuat, menutupi segalanya lewat gelak tawa yang membuatku menangis.

Terima kasih.... Kau buat air laut jadi begitu spesial. Hari itu aku bersumpah betapa aku mencintai laut yang sudah belasan tahun tak kukecap!
Air asin... serasa manis...
Entah air asin ini apakah air mata, air laut?

Lupakan... Jalankan hidupmulah... Lupakan manusia ini...




You may also like

Tidak ada komentar:

Bohong ketika orang bilang tidak suka menulis dan membaca...

karena semua orang penulis dan semua orang pembaca...

Monggo Mampir

Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan(s)