Teka-Teki Seseorang | Bagian 1: Percakapan Random pt.1

/
0 Comments
sumber: www.tumblr.com
Suasana Cafe Hauss saat itu masih sepi. Apalagi hari Rabu, siang jam dua lagi. Tidak sampai sepuluh orang di dalamnya. Kasir dan pelayan sempat bercanda, bahkan si empu Cafe Hauss yang beberapa kali bilang jangan magabut juga nimbrung bercanda. Beda suasananya kalau sore menjelang malam, lumayan ramai. Tentunya nggak seramai ketika Jumat sore, Sabtu, dan Minggu. Sudah terbilang dari dalem sampai luar kursi pasti terisi.

Kafe ini memang sengaja didesain dengan sentuhan cozy yang sudah menjalar juga ke kafe-kafe lain. Apalagi ditambah kursi favorit para pengunjung adalah pojokan ruangan, karena ada sensasi damai kalau berada di dekat kaca bening yang dialiri air. Romantis kalau kata orang-orang.

Seorang pria yang memakai kaus abu-abu lengan panjang digulung sampai sikunya dan bercelana jins, ditemani sepatu kets converse biru donker baru saja membuka pintu yang otomatis membunyikan bel “klinting” di atasnya.

Para pelayan dan barista otomatis mengangkat tangan dan memanggilnya. Si empunya toko yang menjabat juga menjadi supervisor, Haris, tersenyum menyambut pria itu.

“Setiap kali gue dateng pasti lagunya kalo nggak MYMP ya si Sabrina. The Corrs kek, Ada Band kek, apa kek,” kata Sandi, pria  yang baru datang dari pintu klinting, Ia duduk di kursi tinggi dan meletakkan tas selempang jinsnya di atas counter.

“Permintaan si bos, kita mana bisa ngelarang. Lagi galau kali dia,” kata si barista, Joseph, sambil menyodorkan daftar menu kepada Sandi.

“Gue denger lho, Sep,” kata Haris. “Kalo lo bosen mendingan lo buruan makan terus lo nyanyi dah tuh. Eh iya, temen lo mana?”

“Nanti dia nyusul kesini. Mending nunggu Edgar kali, ya?” tanya Sandi masih konsen ke daftar menu.
“Mending lo manggung dulu.”

“Iye, tapi gue makan dulu. Sep, gue  pesen fish and chips sama vanilla milkshake.”

Sandi dan Edgar biasanya manggung di Cafe Hauss setiap hari Rabu, dari jam 14.30 sampai 16.00. Duo, Sandi-Edgar, selalu mengutarakan hal-hal konyol di hadapan para pengunjung kafe dan tak jarang juga mereka tertawa. Mereka juga interaktif, minta dinyanyikan lagu apa, mereka pasti bisa.
Sandi dan Edgar memang teman sepermainan saat mereka bertemu pertama kali di kuliah. Kedekatannya dengan Sandi juga semata karena Edgar adalah mahasiswa enroll atau yang mengulang mata kuliah.

Berawal di kelas dan duduk bersebelahan, saat itu Sandi yang lagi demen lagu Tak Ada Yang Bisa-nya Andra and The Backbone dan ngegumamin lagu itu hampir satu bulan penuh. Edgar langsung nanya tentang lagu-lagu, ehe, ternyata mereka nyambung. Ada juga ide yang terlontar untuk bikin duo dan manggung di kafe kampus dan Cafe Hauss ini.

“Lo emang demen, ya, sama lagu-lagu cover-an begini?” tanya Sandi sambil melahap makanannya nggak tanggung-tanggung.

“Biasa aja sih, cuma kan supaya tambah cozy dan membangun suasana juga? Emang kenapa?” Haris membenarkan. Sebenernya nggak hanya Cafe Hauss aja yang sering menyetel lagu ini, kafe-kafe lain juga sering banget.

“Nggak apa sih, tapi lo coba browsing di youtube deh. Gue saranin Tyler Wards, Gabe Bondoc, AJ Rafael, Cathy Nguyen, gitu-gitu deh. Lo unduh aja, mereka suka bikin cover dan emang enak semua,” saran Sandi memang baik.

Haris mengangkat alisnya dan mengerutkannya pertnda ia bingung. Mana ngerti dia yang begini-begini. Dia hanya sering jadi follower. “Nggak ngerti gue, bro...”

“Siapa sih yang biasanya suka nyetel musik?”

“Gue, sih... Sama anak-anak,” kata Haris. Sandi masih melahap dan melumat semua makanan secepat mungkin, dia lapar. Sangaaat lapar...

“Ya lo unduh deh gue saranin, kali aja pada banyak yang nongkrong. Mereka bahkan udah pada bikin lagu sendiri dan nggak kalah enaknya juga. Yang Indie justru lebih catchy... Oops! Sori, sori!” Sandi memuncratkan beberapa “adonan” yang terkunyah di mulutnya dan mendarat di baju Joseph, padahal ia sedang ngelap counter. Haris tertawa dan Joseph menyeringai dengan wajah yang setengah dipaksakan.

“Heh, makan dulu! Semangat iye, muncrat-muncrat iye juga,” kata Joseph sambil mengelap bajunya yang kena semprotan Sandi.

Pintu klinting terbuka dan berbunyi. Dari derap suara decitan kaki itu Sandi tak perlu menoleh lagi, Edgar. Haris mengangkat tangan dan tersenyum menyapa. Edgar tersenyum.

“Woy bos, selamat siang. Sori telat, gue tadi ada kelas,” kata Edgar sambil nyomot fish and chips-nya Sandi.

“Makan ato minum, Gar?” tanya Joseph.

“Nanti abis gue nyanyi aja, Sep,” jawab Edgar. Edgar mencomot fish and chips Sandi tanpa permisi, mending satu atau dua potong. Tangannya mencomot asal dan memasukkannya ke dalam mulut.

“Eh, beli dong! Bermodal dikit! Katanya lo mau beli abis manggung!”

“Sori bro, nggak nahan...” di tengah-tengah kunyahan Edgar, matanya langsung berkerut.  Otaknya berpikir dan mulutnya yang masih penuh makanan berkata, “Eet dah, nih lagu kayaknya mengglobal amat? Kalo gue ke resto lagunya ini, tiap kali kemari lagunya ini juga.”

“Nah lo denger, sendiri kan?” Sandi masih mengungkit soal tadi.

“Ya udah, gue ikut saran lo. Nanti gue browsing apa tuh nama penyanyi indie youtube.”

“AJ Rafael gitu-gitu?” Edgar mulai memasuki percakapan dan Haris kontan mengagguk.

“Entar hari Jumat gue  bawain deh, banyak di laptop gue,” kata Edgar lagi sambil nyomot-nyomot makanan Sandi.

“Ini kebiasaan amat sih, kalo mau makan ya sekarang jangan abis manggung! Ini keburu makanan gue abis,” kata Sandi makanannya tinggal seperempat dari porsi semula.

“Mending sekarang kita nyanyi dulu. Hahaha...” Edgar menarik Sandi dan meninggalkan makanan dan minuman di atas counter.

Para pengunjung yang dihitung-hitung hanya delapan orang saat itu, semuanya menoleh satu-satu ke arah panggung. Ketika dentingan gitar mulai berbunyi dan distel. Edgar memegang bass akustik yang masih juga distel.

Mereka berdua sudah siap, Edgar yang paling biasa menyapa para pengunjung duluan menyapu pandangannya dari ujung sampai ujung. Ada tiga orang yang sering dilihatnya memakai baju putih abu-abu alias masih SMA, dua perempuan dan satu laki-laki melambai. Salah tiga dari pengunjung setia lain yang dihafal Edgar dan Sandi.

“Selamat siang menjelang sore semua!” suaranya bisa terdengar merdu ketika gitar Sandi mengalun menjadi backsound. Trio kwek-kwek putih abu-abu kontan menyapa, “hai, kakak!”
Sandi melengos tertawa kecil.

“Iyaaa, gue inget banget sama muka-muka kalian. Udah kerjain PR belom, Dek?” tanya Edgar masih ngedumel konyol.

“Ini lagi ngerjain Kimia, Kak! Bilangan oksidasi!” teriak salah satu orang yang berkuncir kuda dan emang kelihatan smart.

“Sayang gue anak IPS, gue nggak ngerti... Supaya bisa nemenin kalian belajar, kita mau promosiin lagu dari youtube, judulnya She Was Mine dari AJ Rafael,” kata Edgar sambil melihat Haris yang mengangguk. Sandi memberikan isyarat untuk mendengarkannya.

Lantunan gitar yang khas menggema di kafe saat itu. Walau cuma 7 orang pengunjung di tambah dengan pelayan, barista, dan si supervisor, si empunya kafe independent ini, seenggaknya bisa menghibur suasana siang menjelang sore itu.

So I hopped on a train
3 in the afternoon
When I’m coming back
But I hope that is soon
See I never thought, never thought
That I’d be in your side, your side....



Semakin sore pengunjung semakin bertambah. Ada yang hanya untuk berhaha-hihi, ada yang sibuk dengan urusan laptop atau pekerjaannya, ada yang hanya untuk makan sendiri ditemani pacar, dan ada juga sih yang datang sendiri.

Sandi dan Edgar telah menutup sesi nyanyian mereka lima belas menit yang lalu. Mereka mengepak gitar dan bass masing-masing ke dalam tasnya dan kembali ke counter. Sandi mau menghabiskan milkshake-nya yang udah satu suhu dengan ruangan ini gara-gara ditinggal daritadi. 

“Lagunya boleh tuh,” Haris nimbrung.
Sandi menenggak habis milkshake-nya takut didirebut sama Edgar yang daritadi ngelihatin dia.

“Kata siapa nggak enak, lagu itu pasti udah biasa didengar sama orang-orang yang buka youtube,” kata Sandi yang memang suka browsing di youtube.

“Gue aja dipengaruhin dia, dia kalo lagu-lagu indie emang biasa tau dari youtube,” Edgar menambahkan. “Oh iya nih, gue baru liat jadwal. Mulai minggu depan gue nggak bisa manggung Rabu. Gue bisanya Jumat free, tapi itupun sore.”

Rasanya milkshake tadi mau keluar dari mulut Sandi dan langsung menyemprotkan ke Edgar.

“Emang lo hari Rabu kenapa?” tanya Sandi.

“Gue hari Rabu hmm, itu gue kudu jadi tutor adek gue sama temen-temennya,” kata Edgar menggaruk-garukkan kepalanya. Sandi tertawa terbahak-bahak. Mahasiswa macam Edgar yang sering datang terlambat, sering lupa ngerjain tugas, walaupun emang pintar sih. Hanya saja wajahnya sangat tidak meyakinkan.

“Yah, elo ngetawain gue,” Edgar memang selalu jadi bahan tertawaan kalau begini. “Nggak hormat lo ama senior.”

“Alah, beda dua taun doang belaga... Adek lo bukannya kelas enam SD, ya?” tanya Sandi lagi.

“Yang kelas enam SD mah pinter, yang kelas tiga SMA kan dia mau persiapan UAN.  Tapi gue paling ngajarin matematikanya aja, kalo ekonomi gue oon,” jawab Edgar terus terang.
Sandi kali ini tersenyum kagum, tapi masih tersenyum mengejek juga sih. Masih nggak nyangka. Kepalanya aja sampe geleng-geleng.

“Wuidih, ckckck... Tapi kalo Jumat gue bisanya sore-malem, Gar.”

“Nggak apa-apa, gue free.”

“Jumat panggung free kalo jam empat sampe jam tujuh, selanjutnya biasanya udah diisi ama band-band lain. Lo bisa ngisi sekitar satu jam lebih,” kata Haris yang hafal jadwal panggung.

“Sip,” jawan Edgar. “Ngomong-ngomong gue pulang nebeng lo boleh nggak?” Edgar menyenggol lengan Sandi.

“Gue naik motor, gue bawa gitar, lo bawa bass. Itu udah berasa kayak tarik empat tau nggak?” Sandi mendelikkan matanya.

“Berbakti pada senior sekali-kali lah...”

“Ralat, berkali-kali, ya udah. Tapi gue numpang pipis di rumah lo, ya!”

“Tenang aja, WC di rumah terbuka selalu untuk lo.”
Sandi mengeluarkan uang tiga Rp 50.000,00 dari dompetnya dan menyerahkan kepada Haris. Kebiasaan males bayar di kasir. Baru saja mereka beranjak dari kursi Joseph nongol dan berkata, 

“Lho, katanya mau makan habis nyanyi?”

“Nggak jadi, Sep! Gue cabut dulu, hehehe...” jawab Edgar tertawa iseng.

Joseph melengos dan menatap Haris.

“Ini namanya harapan palsu pelanggan.”


***** bersambung


You may also like

Tidak ada komentar:

Bohong ketika orang bilang tidak suka menulis dan membaca...

karena semua orang penulis dan semua orang pembaca...

Monggo Mampir

Diberdayakan oleh Blogger.

Tulisan(s)